Anak Muda Klenik Opini

Tahayul, Mistik, dan Kemelekatan Umat Manusia pada Hal-Hal Aneh

Pendahuluan: Antara Logika dan “Ah, Pokoknya Begitu!”

Bayangkan ini: kamu pulang larut malam, perut lapar, lalu kepikiran buat masak mi instan. Tiba-tiba, ibumu keluar kamar dengan muka setengah sadar dan bilang, “Jangan masak tengah malam, nanti diganggu setan!”

Sekarang, sebagai manusia rasional abad ke-21, otakmu pasti langsung membantah, “Bu, setan itu nggak ada hubungannya sama mi instan!” Tapi di sisi lain, ada bisikan kecil dalam hati yang berkata, “Tapi… kalau beneran kejadian gimana?”

Nah, di sinilah letak misterinya: kenapa, meski dunia sudah serba digital, mistik dan tahayul masih eksis dan bahkan berkembang? Kenapa kita tetap mempercayai hal-hal aneh yang seringkali nggak masuk akal? Ayo kita bahas dengan gaya santai, tapi tetap dalam koridor filsafat—karena kalau terlalu serius, nanti malah jadi skripsi.

Bab 1: Manusia dan Kegemarannya Menyalahkan ‘Kekuatan Tak Terlihat’

Manusia adalah makhluk yang takut ketidakpastian. Sejak zaman purba, nenek moyang kita hidup di tengah bahaya: macan berkeliaran, cuaca ekstrem, atau makanan tiba-tiba habis. Karena bingung harus menyalahkan siapa, mereka lalu menciptakan konsep “kekuatan tak terlihat” sebagai biang keladi.

Contoh klasik: hujan deras datang saat mau panen. Orang zaman dulu nggak ngerti konsep tekanan udara atau siklus hidrologi, jadi mereka berpikir, “Ah, ini pasti dewa hujan lagi marah!” Lalu mereka mulai ritual sesajen.

Sekarang, kita sudah punya aplikasi cuaca di HP. Tapi tetap saja, kalau hujan turun saat ada hajatan, selalu ada yang bilang, “Wah, ini pasti ada yang nikah beda kampung!” Seolah-olah petir di langit itu sibuk mencatat KTP para mempelai.

Bab 2: Otak yang Malas dan Keinginan Memahami Segalanya

Secara neurologis, otak kita itu pemalas. Ia lebih suka mencari jawaban instan daripada menggali lebih dalam.

Misalnya, kalau lampu kamar tiba-tiba kedap-kedip, pilihan logis adalah: cek instalasi listrik. Tapi yang sering terjadi adalah: “Waduh, ini pasti ada hantu di rumah!”

Kenapa begitu? Karena otak kita lebih senang mencari pola dan makna dalam kejadian acak. Makanya, orang bisa melihat wajah di bekas air di tembok atau menganggap suara kucing tengah malam sebagai pertanda mistis.

Bahkan, coba perhatikan saat seseorang mengalami nasib buruk berturut-turut. Alih-alih berpikir, “Mungkin aku harus introspeksi,” mereka lebih suka berkata, “Pasti ada yang ngirim santet!” Seolah-olah dukun di kampung sebelah nggak ada kerjaan lain selain mengutak-atik kehidupan kita.

Bab 3: Warisan Budaya yang Sulit Hilang

Tahayul dan mistik itu seperti lagu nostalgia—susah dihilangkan karena sudah terlanjur melekat. Dulu, orang tua kita tumbuh dengan cerita tentang wewe gombel, pocong, atau jenglot. Mereka menakut-nakuti anak-anak supaya nggak main jauh-jauh atau pulang larut malam.

Tapi alih-alih menghilang, cerita-cerita ini malah berevolusi. Dulu, anak kecil ditakut-takuti dengan “awas diculik genderuwo!” Sekarang, anak-anak takut karena “kalau nggak makan sayur, nanti WiFi rumah mati!”

Teknologi boleh maju, tapi ketakutan kita tetap sama: takut kehilangan kontrol. Makanya, meskipun ilmu pengetahuan sudah berkembang, orang masih percaya kalau ketemu kucing hitam bisa membawa sial. Padahal, kucingnya sendiri cuma lewat karena lagi nyari tempat pup.

Bab 4: Kenapa Mistisisme dan Tahayul Malah Semakin Subur di Era Digital?

Lucunya, meskipun kita hidup di era AI dan internet cepat, mistisisme malah semakin kuat. Kenapa?

1. Internet adalah ladang subur buat cerita-cerita absurd. Sekarang, kalau ada yang bilang “buka payung di dalam rumah bisa bikin sial,” dalam waktu singkat pasti ada thread panjang di Twitter (eh, X) yang membahas pengalaman mistisnya.

2. Orang suka cerita horor. Konten-konten mistis selalu laris di YouTube, podcast, dan TikTok. Bahkan, orang yang nggak percaya hantu pun tetap menikmati cerita hantu, karena otak manusia suka tantangan emosional.

3. Kebutuhan akan makna. Di tengah hidup yang semakin absurd—di mana kamu bisa kehilangan kerjaan cuma karena salah satu tweet-mu 10 tahun lalu—banyak orang mencari pegangan. Mistisisme dan tahayul memberikan kenyamanan dalam bentuk kepastian.

Bab 5: Lalu, Haruskah Kita Membuang Semua Tahayul?

Tunggu dulu. Meskipun kita sudah paham bahwa banyak mistisisme itu nggak rasional, bukan berarti semuanya harus dihilangkan.

Pertama, beberapa tahayul ternyata punya manfaat. Misalnya, larangan duduk di depan pintu rumah. Katanya sih bikin susah jodoh. Tapi sebenarnya, itu cara orang tua zaman dulu supaya pintu nggak terhalang dan rumah tetap rapi.

Atau, larangan bersiul malam-malam yang katanya bisa manggil setan. Mungkin sebenarnya itu cuma cara orang tua biar anak-anaknya nggak mengganggu orang lain di malam hari.

Kedua, mistisisme dan tahayul juga bisa menjadi perekat budaya. Tanpa cerita-cerita aneh, banyak hal yang kehilangan daya tariknya. Bayangkan kalau semua orang tiba-tiba nggak peduli lagi dengan mitos-mitos lama, pasti bakal terasa hambar.

Yang penting adalah keseimbangan. Kita boleh menikmati cerita mistis, tapi tetap harus berpikir kritis. Kalau ada orang bilang, “Jangan makan pisang di kuburan, nanti diikuti makhluk halus,” tanyakan dulu: yang terlarang itu pisangnya, kuburannya, atau konsep makan di tempat nggak wajar?

Hidup Tetap Butuh Sedikit Keanehan

Pada akhirnya, tahayul dan mistisisme tetap ada karena manusia membutuhkannya—baik sebagai hiburan, alat kontrol sosial, maupun sebagai bentuk pencarian makna dalam dunia yang semakin kacau.

Jadi, kalau suatu hari kamu sedang naik motor, lalu ada burung gereja lewat di depanmu dan ibumu bilang, “Itu pertanda bakal hujan!”—kamu boleh saja tersenyum dan berkata, “Atau mungkin burungnya cuma sedang buru-buru pulang karena sudah sore.”

Yang penting, tetaplah berpikir kritis sambil menikmati absurditas hidup. Karena, kalau hidup terlalu rasional, nanti malah nggak seru.

Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

About Author

Penulis partikelir pojokan Sleman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW