Kabupaten Sleman, terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dikenal sebagai daerah yang subur karena posisinya di lereng selatan Gunung Merapi. Letaknya yang strategis di kaki gunung berapi aktif ini membawa keuntungan besar, terutama dalam hal kesuburan tanah. Abu vulkanik yang dihasilkan oleh erupsi Merapi secara berkala memperkaya kandungan mineral tanah, menjadikannya sangat cocok untuk pertanian. Tak heran, berbagai jenis tanaman pangan dan hortikultura tumbuh subur di Sleman, menjadikannya salah satu lumbung pangan Yogyakarta.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Sleman: Harapan vs Realita
Di balik kesuburannya, Sleman menghadapi tantangan dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Menurut standar lingkungan hidup, sebuah wilayah perkotaan idealnya memiliki 30% dari total luas wilayahnya sebagai RTH. Sayangnya, data menunjukkan bahwa pada tahun 2016, luas RTH perkotaan di Sleman baru mencapai 20% dari total wilayah perkotaan seluas 14.701 hektare, atau sekitar 2.940,2 hektare. Ini berarti masih ada defisit sekitar 10% atau 1.470,1 hektare dari standar yang ditetapkan.
Lalu, bagaimana cara pemerintah menutup kekurangan ini? Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membangun dan merawat taman-taman kota, salah satunya Taman Denggung.
Taman Denggung: Oase Hijau atau Lapak Dagang?
Taman Denggung, yang terletak di Jalan Magelang, merupakan salah satu RTH utama di Sleman. Tak main-main, taman ini sempat mengalami revitalisasi besar-besaran pada akhir 2023 dengan anggaran mencapai Rp 2,8 miliar. Revitalisasi ini mencakup perbaikan patung KRT Pringgodiningrat, air mancur, taman, serta median jalan di sekitarnya. Selain itu, fasilitas bermain anak ditingkatkan, tanaman dan rumput diperbaiki, pohon-pohon yang rawan tumbang dipangkas, dan kandang burung ditambahkan sebagai sarana edukasi bagi anak-anak.
Secara teori, Taman Denggung memiliki fungsi ideal sebagai RTH, yaitu:
1. Sebagai “paru-paru kota” – Menyerap polusi udara dan menghasilkan oksigen.
2. Tempat rekreasi – Warga bisa bersantai, olahraga, atau sekadar duduk menikmati angin sore.
3. Ruang sosial – Jadi tempat nongkrong sehat dan ajang interaksi antarwarga.
4. Edukasi – Bisa jadi wahana belajar tentang lingkungan dan keanekaragaman hayati.
Namun, bagaimana kenyataannya?
Alih-alih menjadi taman hijau yang asri, Taman Denggung justru sering berubah menjadi pasar malam. Dalam setahun, taman ini berkali-kali disulap menjadi arena hiburan dengan komidi putar, stan makanan, dan lampu warna-warni. Jogging track yang seharusnya dipakai untuk olahraga malah jadi lintasan odong-odong. Bangku taman yang seharusnya untuk duduk santai, berubah menjadi tempat makan dadakan.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Pertanyaan besar pun muncul: siapa yang bertanggung jawab atas perubahan fungsi Taman Denggung ini?
Presiden? Hmm… rasanya enggak mungkin. Urusan negara pasti lebih besar daripada urusan taman.
Bupati Sleman yang baru? Beliau bahkan belum genap 100 hari menjabat. Mungkin masih sibuk beradaptasi.
Pemerintah daerah? Bisa jadi, tapi keputusan mengizinkan pasar malam di taman pasti punya alasan tersendiri.
Masyarakat dan pedagang? Mereka juga hanya memanfaatkan kesempatan ekonomi yang tersedia.
Jadi, sebenarnya ini bukan soal menyalahkan satu pihak, melainkan soal bagaimana menyeimbangkan fungsi taman sebagai RTH dengan kebutuhan ekonomi dan hiburan warga.
Solusi: Kembalikan Fungsi Taman Denggung!
Daripada saling menyalahkan, ada baiknya kita mencari solusi agar Taman Denggung bisa tetap hijau tanpa mengorbankan kepentingan ekonomi masyarakat. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
- Menentukan zona khusus untuk kegiatan ekonomi di taman, sehingga area hijaunya tetap terjaga.
- Membatasi frekuensi pasar malam agar tidak berlangsung terlalu sering.
- Mengadakan acara yang sejalan dengan fungsi RTH, seperti festival lingkungan, edukasi anak, atau olahraga bersama.
- Meningkatkan kesadaran warga untuk menjaga kebersihan taman dan tidak merusak fasilitas yang ada.
Karena pada akhirnya, Taman Denggung bukan hanya milik pemerintah, tapi juga milik kita semua. Jika kita ingin taman ini tetap hijau dan nyaman, mari kita mulai dari hal kecil: jaga kebersihannya, manfaatkan dengan bijak, dan dukung kebijakan yang mendukung pelestarian RTH.
Jangan sampai, 10 tahun lagi, kita hanya bisa mengenang Taman Denggung sebagai “taman yang dulu hijau, tapi kini jadi lapak cilok.”