Oke, mari kita mulai dengan sebuah pertanyaan mendalam: kenapa hari Minggu itu ada?
Bukan sekadar urusan kalender atau karena Julius Caesar dulu bosan terus milih tujuh hari dalam seminggu. Tapi kenapa hari Minggu hadir sebagai satu-satunya hari yang bisa membuat kita tertawa dan menangis dalam rentang 24 jam yang sama?
Karena Minggu adalah ilusi kebebasan. Datangnya penuh harapan, tapi perginya bikin stres.
Minggu Pagi: Hidup Ini Indah, Bro!
Pagi-pagi, matahari bersinar cerah, burung berkicau, dan di kejauhan terdengar suara bapak-bapak yang sudah jogging dari subuh tapi masih sempat ngopi sambil membahas politik negara seakan mereka dewan pakar ekonomi. Kamu bangun dengan perasaan lega, karena ini Minggu! Hari yang diciptakan Tuhan sebagai bukti bahwa manusia tidak diciptakan untuk kerja rodi sepanjang waktu.
Sarapan santai. Bisa di warteg, bisa bikin sendiri, atau kalau kamu masih punya stok kemalasan tinggi, ya lanjut tidur aja.
Buat yang rajin, Minggu pagi diisi dengan olahraga. Lari pagi, bersepeda, yoga, atau minimal jalan ke warung beli rokok sambil berharap aktivitas itu dianggap cardio oleh Tuhan.
Yang penting, Minggu pagi itu auranya positif. Dunia terasa damai. Orang-orang seperti lupa kalau besok Senin.
Minggu Siang: Kenikmatan yang Berbahaya
Menjelang siang, manusia berada di persimpangan jalan.
Pilihan A: Tetap produktif. Ngerjain kerjaan yang numpuk, beberes rumah, atau baca buku biar kelihatan intelektual.
Pilihan B: Rebahan, scroll TikTok, ngemil tanpa rasa bersalah, dan berpikir bahwa esok masih jauh.
Mayoritas dari kita, mari jujur, memilih Pilihan B.
Dan di sinilah jebakan batmannya.
Minggu siang itu seperti naik wahana di taman hiburan. Awalnya menyenangkan, tapi semakin tinggi, semakin sadar bahwa sebentar lagi bakal ada turunan tajam yang bikin nyesel.
Minggu Sore: Episode Menuju Kiamat Kecil
Ketika matahari mulai condong ke barat, suasana mulai berubah. Ada semacam perasaan nggak enak yang merayap pelan-pelan. Semacam teror eksistensial yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang pernah merasakan liburan panjang tapi tetap stres di malam terakhir.
Tiba-tiba, realitas menampar.
Besok Senin.
Besok kerja, bro.
Besok dosen ngasih tugas lagi, bestie.
Besok atasan mulai tanya, ‘Progress-nya gimana?’ padahal kita bahkan belum buka file-nya!
Dan boom! Kebahagiaan Minggu pagi tiba-tiba terasa seperti janji politik: indah di awal, pahit di kenyataan.
Kamu mulai menatap jendela dengan tatapan kosong. Di luar sana, langit jingga, suara azan berkumandang, dan di dalam hati, jiwa mulai berteriak, “AKU BELUM SIAP, TUHAN!”
Minggu Malam: Ratapan Sejati
Jika Minggu pagi penuh harapan, Minggu malam adalah titik terendah dari siklus kehidupan.
Banyak orang mengalihkan kesedihannya dengan cara yang beragam. Ada yang sibuk nonton film biar lupa waktu. Ada yang mendadak religius, mendekatkan diri pada Tuhan, berharap besok tiba-tiba jadi hari libur nasional.
Ada juga yang mulai membuka laptop, berniat bekerja, tapi akhirnya malah membuka YouTube dan menonton video-video absurd seperti “Ayam Goreng Terbang di Brazil.”
Dan akhirnya, pada pukul 22.30, datanglah fase penerimaan.
Ya udahlah, besok Senin.
Sama seperti hujan yang turun tanpa izin, manusia akhirnya akan sampai di titik di mana mereka berdamai dengan keadaan. Mengambil napas panjang. Merapikan hati. Lalu berdoa, “Semoga Senin ini baik-baik saja.”
Filosofi Minggu: Sebuah Pelajaran Hidup
Minggu adalah cerminan hidup kita.
Kadang bahagia, kadang sedih. Kadang penuh semangat, kadang penuh penyesalan. Minggu mengajarkan kita untuk menikmati momen, tapi juga siap menerima kenyataan bahwa segala sesuatu pasti berlalu.
Jadi, rayakan Minggumu! Nikmati pagi yang cerah, tawa di siang hari, dan meskipun nanti sore ada rasa nelangsa, biarkan itu terjadi. Karena hidup, sebagaimana Minggu, adalah tentang menikmati proses dan berdamai dengan akhir.
Besok Senin? Ya sudah, biarkan saja. Kita hadapi bersama. Toh, setelah Senin ada Selasa. Dan setelah itu, tanpa kita sadari, kita akan sampai di Minggu lagi.
Dan siklus ini akan berulang. Sampai kita benar-benar pensiun. Atau reinkarnasi jadi kucing yang kerjaannya tidur doang.