Anak Muda Musik

Pulang: Lagu yang Menampar Orang Rantau dengan Kenyataan

 

Pernahkah kamu berada di satu titik di mana rasa lelah, rindu, dan realita hidup menamparmu sekaligus? Itulah yang sering dirasakan para perantau. Berangkat ke kota dengan sejuta harapan, namun yang didapat adalah tekanan kerja, biaya hidup yang mencekik, dan kesunyian yang menggigit di tengah malam.

Lalu, tiba-tiba lagu Pulang dari Ikhsan Skuter terputar. Dan seketika, pertahanan yang dibangun bertahun-tahun runtuh.

“Apakah kau pernah jauh dari rumah, rindu yang menumpuk sakit dan berkecamuk?”

Jleb. Tanpa aba-aba, air mata turun begitu saja. Tidak pakai permisi, langsung membanjiri pipi.

Pergi untuk Mencari, Pulang untuk Menenangkan

Dulu, ketika masih di desa, hidup memang sederhana. Tapi saat itu kita sering mengeluh, “Ah, kalau di kota pasti enak! Banyak kerjaan, gaji gede, bisa jajan sepuasnya!” Berbekal keyakinan itu, kita meninggalkan rumah, mengejar impian di kota besar.

Tapi kenyataan memang sering kali tidak seindah ekspektasi. Bekerja di kota bukan hanya soal mendapat gaji tinggi. Ada persaingan yang brutal, ada tekanan dari bos yang galaknya melebihi sinetron, dan ada kesepian yang tak bisa dibayar dengan uang.

Saat malam tiba, ketika badan sudah lelah dan pikiran ingin menyerah, tiba-tiba lirik ini terngiang:

“Terbangun di tengah malam, dingin, lapar tak tertahan.”

Ternyata di kota besar, lapar bukan hanya soal makanan. Tapi juga lapar akan kehangatan rumah, akan suara ibu yang menyuruh makan, akan suasana sore di teras rumah bersama bapak dengan teh panas buatan ibu.

Kamu pernah merasakannya, kan?

Tertawa dalam Kesedihan, Karena Kalau Tidak, Makin Sedih

Ada satu momen di mana hidup terasa begitu ironis. Saat sedang makan mie instan di akhir bulan, kita berkata, “Ah, ini mah udah biasa.” Tapi ketika mendengar lirik:

“Rindu sayur bayam masakan ibu.”

Mendadak mie instan jadi terasa seperti menu mewah yang gagal mengobati rindu. Kita menatap mangkuk, mengaduk-aduk mie, dan tiba-tiba ingin menangis. Kenapa dulu sering menolak makan sayur bayam? Kenapa dulu malah memilih jajan di warung padahal ibu sudah capek masak?

Lalu, kita tertawa sendiri. Karena kalau tidak tertawa, kita pasti sudah tersedu-sedu seperti anak kecil yang kehilangan mainan.

Ketika Pulang Menjadi Kemewahan

“Menemukan kegagalan dan air mata yang tak bisa lagi kau teteskan.”

Kota mengajarkan banyak hal, terutama soal kegagalan. Kita pernah gagal dalam pekerjaan, gagal dalam percintaan, bahkan gagal dalam sekadar bertahan. Dan di titik itu, kita ingin pulang. Bukan untuk menyerah, tapi untuk mencari kembali alasan kenapa dulu kita berani pergi.

Tapi pulang tidak semudah itu. Ada gengsi, ada tanggung jawab, ada harapan orang tua yang ingin kita penuhi.Jadi, kita memilih bertahan. Bukan karena tidak ingin pulang, tapi karena ingin memastikan saat pulang nanti, ibu bisa tersenyum bangga.

“Jika kau pun merasakannya, kurasa kita tak jauh berbeda.”

Lagu Pulang ini seperti suara hati yang selama ini kita pendam. Lagu ini tidak hanya mengingatkan kita pada rumah, tapi juga pada alasan kenapa kita berjuang.

Jadi, buat kamu yang masih bertahan di kota, tetaplah kuat. Tapi kalau sesekali ingin pulang, itu tidak apa-apa. Karena di rumah, ada orang-orang yang selalu menunggu dengan pelukan hangat dan sayur bayam kesukaanmu.

S AJI P

S AJI P

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW