Anak Muda Kasepuhan

Perahu Kecil dan Gelombang: Sebuah Cerita Tentang Bertahan

Aku punya perahu kecil. Tidak terlalu mewah, jauh dari kata gagah, bahkan jika dibandingkan dengan perahu-perahu lain, punyaku ini mungkin yang paling sering dipermak. Ada tambalan di sana-sini, bekas bocor yang pernah hampir menenggelamkannya. Ada goresan kasar akibat terbentur karang kehidupan. Ada tali-tali tambat yang sudah mulai aus karena terlalu sering ditarik gelombang.

Tapi aku bangga. Karena meski diterpa badai berkali-kali, perahu kecil ini tetap berlayar.

Pelaut yang Tak Sempurna, Tapi Tetap Bertahan

Dulu, aku pikir hidup ini semacam kapal pesiar. Aku bayangkan akan mengarungi lautan dengan nyaman, menikmati angin yang sepoi-sepoi, ditemani lagu favorit, dan sesekali menyesap teh di geladak. Nyatanya? Aku justru mendapat perahu kecil yang bahkan dayungnya sering patah. Alih-alih berlayar mulus, aku harus sibuk menambal kebocoran. Bukannya menikmati pemandangan, aku lebih sering menangkis ombak besar yang ingin membalik perahuku.

Kadang, aku bertanya: kenapa perahu ini tidak sekokoh kapal orang lain? Kenapa perahuku harus lebih sering diuji oleh badai? Kenapa ada yang bisa mengarungi laut dengan mesin besar sementara aku harus ngos-ngosan mendayung?

Tapi semakin lama, aku sadar. Hidup memang seperti ini. Tidak semua orang diberi kapal pesiar. Beberapa dari kita hanya dapat perahu kecil dengan banyak tambalan. Dan itu tidak apa-apa.

Tambalan Itu Bukti Perjalanan

Tambalan di perahuku adalah tanda bahwa aku pernah bocor, pernah hampir tenggelam, tapi aku bertahan. Setiap goresan adalah cerita, setiap tambalan adalah pengalaman, setiap simpul tali yang kuikat adalah pelajaran tentang bertahan.

Kita sering iri melihat kapal besar yang melaju dengan mudah. Kita lupa bahwa mungkin mereka juga punya masalah sendiri—mesin yang bisa rusak, awak kapal yang bisa memberontak, atau rute yang membosankan. Kita hanya melihat keindahan mereka dari kejauhan, tanpa tahu perjuangan di balik layar.

Jadi, apakah perahuku kecil ini menyedihkan? Tidak juga. Justru karena ia penuh tambalan, aku tahu aku sudah melalui banyak hal. Aku tahu aku bisa bertahan meski diterjang badai.

Gelombang Itu Guru yang Baik

Ombak besar sering membuatku panik. Aku sering merasa ingin menyerah. Pernah satu kali, aku hampir membiarkan perahuku hanyut, terlalu lelah untuk mendayung, terlalu takut untuk berjuang.

Tapi gelombang adalah guru yang baik. Ia mengajarkanku cara membaca arus, cara mengendalikan layar, cara menyeimbangkan perahu di tengah badai. Ia memaksaku untuk berkembang.

Tanpa gelombang, aku tidak akan tahu seberapa kuat perahuku. Tanpa badai, aku tidak akan tahu bahwa aku bisa bertahan.

Aku Bangga Perahuku Tetap Berlayar

Mungkin perahuku tidak besar. Tidak sempurna. Tidak secepat kapal-kapal lain.

Tapi perahuku masih di sini. Masih berlayar. Masih melawan ombak. Masih mencari pelabuhan yang tepat.

Aku tahu ada perjalanan panjang di depan. Aku tahu masih ada badai yang menunggu. Tapi aku tidak takut. Karena aku percaya, selama aku terus menambal, terus mendayung, terus belajar dari gelombang, aku akan sampai di tempat yang kuimpikan.

Dan kalau suatu hari nanti aku bertemu denganmu di lautan kehidupan ini, aku harap kita bisa saling menyapa, berbagi cerita, dan mengingatkan satu sama lain: bahwa perahu kecil dengan banyak tambalan pun bisa mencapai tujuan, asal tetap berlayar.

Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

About Author

Penulis partikelir pojokan Sleman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW