Opini Politik

Oke Gas Oke Gas: Dari Joget Gemoy ke Korupsi Migas dan Gasnya Anggaran Pendidikan

Ada satu kata yang paling sering didengar rakyat Indonesia setahun terakhir: OKE GAS!

Dari panggung kampanye, dari media sosial, dari mulut-mulut tim sukses yang meyakinkan kita bahwa kalau kita pilih mereka, semuanya bakal ngebut menuju kemajuan.

Tapi sekarang, setelah mereka berkuasa?
Gasnya tetap ngebut, tapi arah jalannya makin ngawur.
Harga gas naik, gas 3 kg langka, mafia migas masih pesta.
Anggaran pendidikan dan kesehatan dipotong demi program populis yang katanya buat rakyat.

Kita dulu teriak “Oke Gas!” sambil ketawa-ketawa. Sekarang? Kita cuma bisa ngurut dada.

Gas 3 Kg Langka, Rakyat Kelimpungan, Pejabat Cengar-Cengir

Di mana-mana, rakyat antri gas subsidi. Sementara mereka yang di atas tetap nyaman.

Coba lihat di daerah-daerah. Di Purworejo, Jawa Tengah, ibu-ibu harus jalan lebih jauh buat cari gas karena banyak warung udah kehabisan stok. Yang biasanya harga Rp18.000, sekarang melonjak jadi Rp30.000. Itu kalau ada. Kalau gak ada? Ya masak pakai kayu bakar.

Yang paling ironis, ini terjadi cuma beberapa bulan setelah kampanye pemilu yang penuh janji. Dulu katanya gas bakal aman. Nyatanya? Kita cuma dapat slogan.

Sementara itu, mafia migas tetap ngeruk duit. Bulan lalu, polisi menangkap jaringan yang menimbun ribuan tabung gas subsidi buat dioplos dan dijual ke industri. Keuntungan? Puluhan miliar rupiah.

Rakyat? Masih harus muter-muter cari gas buat masak.

Gas Anggaran Pendidikan & Kesehatan: Masa Depan Rakyat ikut Dipangkas

Bukan cuma gas dapur yang dikorupsi, gas anggaran negara juga dipotong habis-habisan!

Pemerintah baru saja memutuskan buat memangkas anggaran pendidikan dan kesehatan sebesar Rp 44,7 triliun. Alasannya? Buat biayain Program Makan Bergizi Gratis.

Iya, kamu gak salah baca.

Uang buat sekolah dan rumah sakit dipotong buat program yang katanya buat kesejahteraan rakyat.

Lalu, kalau anggaran pendidikan dipangkas, gimana nasib sekolah-sekolah yang masih kekurangan fasilitas?
Gimana nasib beasiswa buat anak-anak miskin yang mau sekolah tapi gak punya biaya?

Kalau anggaran kesehatan dikurangi, gimana nasib Puskesmas yang kekurangan obat dan tenaga medis?
Gimana nasib pasien BPJS yang antri berjam-jam tapi tetap gak dapat pelayanan yang layak?

Kita dulu disuruh percaya kalau “Oke Gas!” berarti percepatan menuju kesejahteraan.
Ternyata yang dipercepat adalah pemangkasan hak-hak dasar kita sebagai rakyat!

Nge-Gas dalam Segala Hal, Tapi Gak Pernah Ngerem

Coba lihat semua kebijakan yang digeber habis-habisan:

Gas impor BBM naik, sementara harga di SPBU makin mahal.

Gas subsidi langka, sementara mafia migas tetap bebas.

Gas potong anggaran pendidikan & kesehatan, sementara proyek mercusuar tetap jalan terus.

Gas revisi aturan buat oligarki, sementara rakyat makin terhimpit.

Gas pencitraan di media, tapi realitanya, rakyat makin susah.

Ini bukan percepatan menuju kesejahteraan. Ini percepatan menuju kehancuran!

Mereka nge-gas terus, tapi lupa ngerem.
Lupa ngerem keserakahan.
Lupa ngerem korupsi.
Lupa ngerem kebijakan ngawur yang bikin rakyat makin menderita.

#IndonesiaGelap: Saat Rakyat Marah dan Kesabaran Sudah Habis

Kenapa #IndonesiaGelap trending?

Karena ini bukan cuma soal pemotongan anggaran pendidikan dan kesehatan, tapi juga kehilangan harapan.

Ketika negara memangkas dana buat sekolah dan rumah sakit, tapi tetap ngasih karpet merah buat proyek mercusuar dan oligarki, itu artinya kita sedang berjalan menuju kegelapan.

Kita udah sering denger narasi: “Ini efisiensi anggaran! Demi program makan gratis, rakyat harus rela.”

Padahal, ini bukan soal efisiensi. Ini prioritas yang ngawur.

Kalau pendidikan dan kesehatan dikorbankan, siapa yang bakal merasakan dampaknya?
Ya rakyat kecil.
Ya anak-anak yang mau sekolah tapi makin sulit dapat beasiswa.
Ya pasien miskin yang antre di rumah sakit tapi makin minim fasilitas.

Dan kita diminta buat terima aja?
Disuruh percaya kalau ini “demi rakyat”?
Dikasih joget gemoy biar lupa sama kenyataan?

Maaf, tapi rakyat gak sebodoh itu.

Karena itu, muncul gerakan #IndonesiaGelap.
Sebagai tanda bahwa rakyat sudah marah.
Sebagai peringatan bahwa kesabaran ada batasnya.
Sebagai simbol bahwa kalau negara terus nge-gas tanpa ngerem, maka rakyat yang bakal ambil alih setir!

Mau Sampai Kapan Kita Ketipu?

Dulu kita pikir “Oke Gas” berarti percepatan menuju kesejahteraan.
Sekarang kita sadar, “Oke Gas” ternyata cuma buat mereka yang berkuasa.

Rakyat cuma kebagian debu jalanan.

Jadi, mau sampai kapan kita diam?
Mau sampai kapan kita biarkan mereka nge-gas terus tanpa ngerem?

Lima tahun depan, kalau ada yang joget-joget sambil bilang “Oke Gas,” atau kata-kata lain tapi sambil joget.
Mungkin kita harus pikir ulang.

Karena kalau kita ikut nge-gas tanpa ngerem akal sehat,
Nanti bukan cuma gas yang langka.

Tapi juga masa depan kita.

Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

About Author

Penulis partikelir pojokan Sleman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW