Anak Muda Opini Ragam

Menulis Sebagai Jalan Ninja: Antara Cuan, Pas-Pasan, dan Bertahan Hidup dengan Kopi & Harapan

Ada banyak alasan kenapa seseorang memilih jalan hidupnya. Ada yang memilih jadi dokter karena ingin menyelamatkan nyawa. Ada yang memilih jadi insinyur karena suka membangun sesuatu. Ada juga yang memilih jadi PNS karena ingin hidup tenang dan punya gaji tetap.

Lalu, ada kita—para penulis lepas.

Kita yang memilih jalan penuh liku ini bukan karena tergoda oleh kekayaan atau prestise sosial. Tidak. Kita memilih jalan ini karena, entah kenapa, kita punya obsesi aneh terhadap kata-kata. Kita bisa bahagia hanya dengan menulis sesuatu yang keren, lalu melihat orang lain membaca dan berkata, “Wah, keren juga tulisanmu!”

Tapi di balik itu semua, ada satu kenyataan pahit yang sering kita hadapi setiap hari: dompet yang lebih tipis dari tisu toilet.

Dari Hobi Receh Menjadi Harapan Cuan

Dulu, menulis hanyalah hobi yang dilakukan saat gabut. Kita menulis di buku harian, di blog, di status Facebook yang penuh keresahan hidup, atau di chat ke mantan yang nggak pernah dibalas.

Lalu, di suatu titik kehidupan, kita sadar: Eh, ternyata nulis bisa jadi kerjaan, lho!

Maka, dimulailah perjalanan kita di dunia penulisan profesional. Dari yang awalnya cuma menulis puisi galau di catatan HP, sekarang kita harus belajar menulis artikel SEO-friendly, copywriting yang menarik, bahkan kadang harus bisa merangkai kata-kata bombastis untuk produk yang sebenarnya nggak sehebat itu.

Kita mulai menerima pekerjaan menulis dari berbagai sumber: portal berita, website perusahaan, media sosial brand, sampai jadi ghostwriter untuk orang-orang yang ingin terlihat pintar di LinkedIn.

Tapi di sinilah letak jebakannya: Menulis untuk diri sendiri dan menulis untuk uang itu beda jauh.

Kalau menulis untuk diri sendiri, kita bebas menulis apa saja—tentang teori konspirasi kenapa bakso gerobak selalu lebih enak dari restoran, atau tentang bagaimana kopi sachet bisa mengubah mood seseorang dalam tiga tegukan.

Tapi kalau menulis untuk uang? Kita harus bisa menulis hal-hal seperti “10 Manfaat Menggunakan Vacuum Cleaner dalam Kehidupan Sehari-hari” dengan penuh semangat, seolah-olah alat itu adalah penemuan terbesar umat manusia setelah listrik.

Dan yang lebih menyedihkan lagi? Kadang kita dibayar lebih murah daripada harga satu porsi pecel lele.

Antara Kebebasan dan Dompet yang Lepas Kendali

Banyak orang iri dengan pekerjaan kita.

“Enak ya, jadi penulis lepas. Nggak perlu bangun pagi-pagi, bisa kerja dari rumah, nggak usah ketemu bos bawel!”

Betul, betul, kami memang bisa kerja dari rumah. Kami memang nggak perlu bangun pagi-pagi untuk terjebak macet di jalan. Tapi tahukah kalian apa yang tidak dikatakan oleh brosur iklan kehidupan seorang penulis lepas?

1. Tidak ada THR.
Sementara teman-teman yang bekerja kantoran merayakan THR dengan membeli HP baru atau upgrade motor, kita masih mikir apakah harus memilih makan enak atau membayar tagihan Wi-Fi agar tetap bisa bekerja.

2. Keuangan Tidak Stabil.
Hari ini mungkin kita dapat proyek gede dan merasa seperti sultan. Tapi besok? Bisa jadi kita hanya punya cukup uang untuk makan mie instan sambil merenungkan keputusan hidup.

3. Klien Itu Seperti Cuaca.
Kadang datang terang benderang, kadang mendung, kadang tiba-tiba badai dan hilang tanpa kabar setelah kita mengirim invoice.

Tapi di balik semua itu, ada satu hal yang tetap membuat kita bertahan: kita mencintai pekerjaan ini.

Kenapa Kita Tetap Bertahan di Jalan Ninja Ini?

Di tengah semua ketidakpastian dan saldo rekening yang sering bikin deg-degan, kenapa kita tetap bertahan?

Karena kita percaya bahwa menulis adalah sesuatu yang berharga.

Kita percaya bahwa kata-kata punya kekuatan. Bahwa tulisan kita bisa menginspirasi, mengubah pikiran orang, atau setidaknya membuat seseorang tertawa di tengah hari yang buruk.

Lagian, kalau bukan karena kita, siapa yang akan menulis artikel clickbait seperti “5 Tanda Dia Selingkuh Tapi Kamu Nggak Sadar” atau “Tipe-Tipe Mertua yang Harus Kamu Waspadai”?

Siapa yang akan menulis skenario untuk iklan-iklan menyentuh yang selalu muncul di bulan Ramadan?

Siapa yang akan membuat copywriting yang bikin orang tiba-tiba ingin beli sesuatu yang sebenarnya nggak mereka butuhkan?

Tanpa kita, dunia akan terasa lebih sunyi.

Dan yang paling penting, meskipun hidup kita masih pas-pasan, setidaknya kita hidup dengan kebebasan. Kita tidak terjebak di kantor yang penuh intrik politik, tidak terpaksa menghadiri meeting yang sebenarnya bisa dijelaskan dalam satu email, dan tidak harus memakai seragam yang bikin gerah.

Pesan untuk Sesama Pejuang Kata-Kata

Untuk kalian yang masih bertahan di dunia penulisan lepas, aku hanya ingin mengatakan satu hal:

Kita mungkin tidak kaya raya, tapi setidaknya kita punya pekerjaan yang kita cintai.

Tidak banyak orang yang bisa mengatakan hal yang sama.

Jadi, tetaplah menulis. Tetaplah berkarya. Tetaplah percaya bahwa suatu hari nanti, kita akan mendapatkan bayaran yang sesuai dengan jerih payah kita (atau setidaknya bisa makan lebih dari mie instan setiap hari).

Dan kalau hari ini kamu merasa lelah, ingatlah ini:

Di luar sana, ada orang-orang yang membaca tulisanmu, tersenyum, dan merasa hidupnya sedikit lebih baik karenanya.

Kalau dompetmu sedang tipis, ya sudah… nulis lagi aja! Siapa tahu, besok ada proyek baru yang bisa bikin kita makan enak.

Tetap semangat, wahai para ninja kata-kata!

Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

About Author

Penulis partikelir pojokan Sleman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW