Budaya

Mantenan: Prosesi Panjang, Kental Makna, dan Penuh Drama

Oke, ayo jujur!

Kapan nikah? Umur udah matang, karir lumayan, tapi masih betah sendiri? Atau malah udah ada calon, tapi nunggu apa lagi? Kalau jawabannya “nunggu siap,” selamat! Kamu bukan satu-satunya manusia yang masih bimbang di dunia ini. Tapi daripada pusing mikirin pertanyaan yang lebih menusuk dari tajamnya sindiran tetangga, lebih baik mulai kepo tentang adat pernikahan, khususnya adat Jawa yang penuh makna (dan penuh rangkaian acara yang bisa bikin ngos-ngosan).

Seperti pepatah Jawa bilang, “Mowo desa, mowo coro,” yang artinya setiap daerah punya adatnya sendiri. Meskipun secara garis besar mirip, tapi ada detail yang bikin pernikahan adat Jawa itu unik di tiap tempat. Nah, siapin tenaga, karena kalau mau menikah pakai adat Jawa, prosesi mantenan ini bisa bikin kamu sibuk lebih lama dari sekadar dua hari. Yuk, kita bedah satu-satu!

1. Nontoni – Ini Calon Mantu, Cocok Apa Nggak?

Bayangin, keluarga calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita buat lihat langsung. Ini semacam “cek barang sebelum beli,” tapi tentu saja dengan niat baik. Jangan bayangkan suasana formal seperti wawancara kerja, karena biasanya suasana dibuat santai, walau tetap ada deg-degan ala reality show. Filosofinya? Ya biar keluarga yakin kalau yang dipinang ini beneran cocok, bukan hanya cocok di foto profil WhatsApp.

2. Lamaran – Menegaskan, Bukan Cuma Janji Manis

Kalau udah lolos seleksi Nontoni, lanjut ke Lamaran. Ini bukan sekadar bilang, “Bapak, Ibu, saya serius mau nikahin anakmu,” tapi juga ada serah-serahan yang isinya simbol harapan dan doa. Biasanya ada sirih lengkap (melambangkan keharmonisan), uang (simbol tanggung jawab), dan berbagai seserahan lain yang bikin prosesi ini mirip unboxing parcel mewah.

3. Pasang Tarub dan Bleketepe – Dekorasi Wajib Sebelum Pesta

Pernikahan tanpa dekorasi? Hadeh, nggak Jawa banget! Maka dari itu, ada Tarub dan Bleketepe, alias pemasangan janur kuning dan anyaman daun kelapa di depan rumah. Ini bukan sekadar dekorasi, tapi simbol bahwa keluarga sedang menggelar hajatan besar. Semacam “billboard alami” yang bilang ke tetangga, “Awas macet, ada mantenan!”

4. Siraman – Mandi Kembang, Biar Makin Berkah

Siraman ini ritual mandi yang dilakukan calon pengantin sebelum menikah. Jangan bayangin mandi biasa, karena airnya diambil dari tujuh sumber (kalau bisa). Yang nyiramin? Para sesepuh keluarga, terutama orang tua. Filosofinya? Biar calon pengantin bersih lahir batin, siap masuk ke fase hidup baru tanpa membawa dosa-dosa masa lalu (termasuk dosa sering nge-ghosting mantan).

5. Midodareni – Malam Terakhir Sebelum Sah

Nah, ini nih momen di mana calon pengantin wanita seperti bidadari yang ditunggu oleh kekasihnya. “Midodareni” sendiri berasal dari kata “Widodari” alias bidadari. Malam ini calon pengantin perempuan harus di rumah, nggak boleh kemana-mana, sambil mendengarkan wejangan dari orang tua. Intinya, ini malam introspeksi sebelum besok resmi jadi istri. Si calon suami? Ya datang ke rumah, tapi cuma boleh ngobrol sama calon mertua. Yang kepo-kepo dulu, nggak boleh ketemu langsung sama pengantin wanita.

6. Ijab Kabul – Akad, Momen Paling Sakral

Inilah klimaksnya! Si calon suami duduk di depan penghulu, berusaha bilang ijab kabul dalam satu tarikan napas (tanpa blepotan). Begitu ijab kabul sah, langsung auto jadi suami istri! Filosofinya? Ini adalah awal kehidupan baru, komitmen suci yang disaksikan oleh Tuhan dan seluruh keluarga. Oh ya, kalau akadnya di masjid, siap-siap tahan air mata, karena vibes-nya bakal bikin haru.

7. Panggih – Pertemuan Resmi Suami-Istri

Setelah akad, barulah ada Panggih, yaitu prosesi bertemunya pengantin pria dan wanita dalam balutan pakaian adat Jawa. Biasanya ada adegan “balangan suruh,” yaitu melempar sirih sebagai simbol cinta yang saling dilempar-lempar (tapi bukan lempar piring ya).

8. Sungkeman – Mohon Restu, Bukan Cuma Formalitas

Momen yang bikin banyak orang nangis! Pengantin sujud di hadapan orang tua, minta restu sebelum benar-benar memulai hidup berdua. Ini bukan sekadar “ritual biar sah,” tapi punya makna mendalam—mohon doa agar rumah tangga langgeng, sakinah, mawaddah, warohmah (plus semoga nggak sering ribut cuma gara-gara AC terlalu dingin).

9. Dulangan – Suapan Romantis, Bukan Cuma Gaya-Gayaan

Makan berdua, saling menyuapi—romantis? Pastinya! Tapi ini lebih dari sekadar adegan mesra buat diposting di Instagram. Filosofinya, suami dan istri harus saling berbagi, saling menyuapi kehidupan satu sama lain, nggak cuma saat senang tapi juga saat susah.

10. Kirab Pengantin – Arak-Arakan yang Bikin Mantu Jadi Raja & Ratu Sehari

Momen di mana pengantin diarak menuju pelaminan, sering diiringi gamelan dan tarian. Ini ibarat pengukuhan resmi, pengantin tampil bak raja dan ratu sehari. Filosofinya? Ya biar semua orang tahu, “Ini dia pasangan yang sah! Jangan coba-coba ganggu!”

11. Resepsi – Pesta, Makan, dan Salam Tempel

Akhirnya, masuk ke sesi perayaan! Para tamu datang, mengucapkan selamat, makan-makan, foto-foto, dan tentu saja, menyelipkan amplop. Filosofinya? Ini adalah bentuk rasa syukur dan berbagi kebahagiaan dengan keluarga serta teman-teman.

Kesimpulan: Mau Nikah? Siap-Siap Lelah, Tapi Berkah!

Nikah dengan adat Jawa memang panjang, ribet, dan penuh prosesi. Tapi di balik semua itu, ada nilai-nilai luhur yang diwariskan turun-temurun. Dari kesabaran, penghormatan kepada orang tua, hingga simbol-simbol kasih sayang dalam rumah tangga. Jadi, buat yang sudah punya calon tapi masih galau, yuk mulai serius! Yang masih sendiri? Tenang, jodoh nggak akan lari—asal kamu juga nggak lari dari kenyataan!

S AJI P

S AJI P

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW