Anak Muda Healing

Leisure Sickness: Ketika Tubuh yang Sibuk Akhirnya Meminta Jeda

Hidup di era modern sering kali seperti menjalankan maraton tanpa garis akhir. Kita berlari dari satu tugas ke tugas lain, dari satu target ke target berikutnya, seolah-olah keberhentian adalah sebuah kemunduran. Mas Andry Prasetiyo adalah salah satu dari mereka yang hidup dalam ritme itu. Sejak memasuki dunia kerja, hari-harinya dipenuhi kesibukan tanpa henti—bangun pagi dengan alarm yang memekakkan telinga, menghabiskan hari dengan tenggat waktu, dan tidur dengan pikiran yang masih sibuk merancang strategi untuk esok hari. Ia mengira itu adalah tanda produktivitas, bukti bahwa dirinya kuat dan mampu menghadapi dunia.

Namun, suatu hari tubuhnya memberikan peringatan yang tak bisa lagi diabaikan. Ia jatuh sakit, bukan saat sedang bekerja keras, melainkan saat akhirnya memutuskan untuk berlibur. Ironis. Seharusnya liburan menjadi momen penyembuhan, kesempatan untuk mengisi ulang energi, bercengkrama lebih dekat dengan keluarga, tapi justru saat itu tubuhnya memilih untuk menyerah. Rasa penasaran membawanya mencari jawaban hingga akhirnya menemukan sebuah istilah yang menjelaskan semuanya: Leisure Sickness.

Apa Itu Leisure Sickness?

Leisure Sickness adalah fenomena di mana seseorang tiba-tiba merasa sakit atau mengalami gejala tidak nyaman saat memasuki masa liburan atau istirahat setelah periode kerja yang intens. Gejalanya bervariasi, mulai dari sakit kepala, kelelahan luar biasa, gangguan pencernaan, hingga flu ringan. Fenomena ini pertama kali dikaji oleh seorang psikolog Belanda, Ad Vingerhoets, yang menemukan bahwa individu dengan tekanan kerja tinggi lebih rentan mengalami kondisi ini.

Dulu, Andry menganggap kelelahan dan stres hanyalah bagian dari kehidupan yang harus diterima. Tapi Leisure Sickness membuktikan bahwa tubuh tidak bisa terus-menerus dituntut tanpa diberi kesempatan untuk bernapas. Jika terus dipaksa bekerja tanpa jeda, tubuh akan mencari jalannya sendiri untuk beristirahat—entah dengan kemauan kita atau dengan cara yang tidak kita inginkan.

Mengapa Leisure Sickness Terjadi?

Setelah memahami konsep ini, Andry mulai mencari tahu penyebabnya. Ia menyadari bahwa Leisure Sickness bukan sekadar kebetulan, melainkan hasil dari pola hidup yang tidak seimbang. Salah satu faktor utamanya adalah stres dan ketegangan yang berlebihan. Saat bekerja, tubuh secara otomatis memproduksi hormon stres seperti kortisol dan adrenalin yang menjaga seseorang tetap fokus, waspada, dan siap menghadapi tantangan. Namun, begitu pekerjaan selesai dan liburan tiba, hormon-hormon tersebut tiba-tiba menurun drastis, menyebabkan tubuh kehilangan keseimbangan. Akibatnya, sistem kekebalan yang selama ini ‘ditahan’ oleh hormon stres mendadak melemah, membuat tubuh lebih rentan terhadap penyakit.

Selain itu, perubahan rutinitas secara mendadak juga berperan besar dalam munculnya Leisure Sickness. Tubuh memiliki ritme biologis yang terbiasa dengan pola kerja yang teratur. Ketika pola ini tiba-tiba berubah—dari penuh aktivitas menjadi santai total—tubuh bisa mengalami kebingungan. Ini seperti mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi lalu tiba-tiba menginjak rem secara mendadak; ada efek samping yang tak bisa dihindari. Dulu, Andry berpikir bahwa satu-satunya cara untuk menghilangkan stres adalah dengan mengambil liburan panjang, tapi kenyataannya, jika kesehariannya penuh tekanan tanpa ada momen jeda kecil, liburan tidak serta-merta menjadi solusi. Tubuh akan terus menyimpan stres hingga akhirnya ‘meledak’ begitu ia berhenti bekerja.

Hal lain yang tak disadarinya sebelumnya adalah bagaimana ekspektasi berlebihan terhadap liburan justru bisa menjadi bumerang. Sebelum liburan, ia sering menetapkan harapan yang tinggi—membayangkan perjalanan yang sempurna, waktu istirahat yang menyegarkan, atau pengalaman yang akan mengubah hidup. Namun, kenyataannya tak selalu sesuai dengan ekspektasi. Justru karena keinginan untuk menikmati liburan dengan maksimal, ia tanpa sadar membebani pikirannya sendiri, membuat tubuh tetap tegang dan sulit benar-benar rileks. Pikiran yang masih sibuk memikirkan bagaimana ‘harus menikmati liburan’ malah membuat tubuh semakin tertekan.

Bagaimana Menghindari Leisure Sickness?

Setelah mengalami sendiri efek dari Leisure Sickness, Andry sadar bahwa ia perlu mengubah cara hidupnya. Ia tidak bisa terus bekerja tanpa henti lalu berharap liburan akan menjadi obat instan. Ia perlu membangun keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari. Ia mulai dengan menjaga keseimbangan antara kerja dan istirahat. Ia belajar untuk tidak menjadikan liburan sebagai satu-satunya waktu untuk beristirahat. Kini, ia mencoba mengambil jeda kecil dalam keseharian—misalnya dengan berjalan kaki sejenak setelah bekerja, menikmati waktu tanpa gadget, atau sekadar membaca buku tanpa merasa bersalah.

Selain itu, Andry mulai lebih serius dalam mengelola stres. Dulu, ia menganggap stres adalah sesuatu yang harus dihindari, tapi kini ia paham bahwa stres adalah bagian dari hidup yang harus dikelola dengan bijak. Ia mulai menerapkan meditasi, olahraga ringan, dan latihan pernapasan untuk membantu tubuh tetap rileks meskipun sedang sibuk. Ia juga menyadari bahwa menjaga pola hidup yang stabil, bahkan saat liburan, dapat membantu tubuh beradaptasi dengan lebih baik. Ia tak lagi membiarkan dirinya tidur terlalu lama atau mengubah pola makan secara drastis hanya karena sedang berlibur.

Hal lain yang ia pelajari adalah pentingnya mengurangi ekspektasi berlebihan terhadap liburan. Kini, ia berusaha lebih fleksibel dalam menikmati waktu senggang. Ia tidak lagi memaksakan diri untuk membuat semuanya sempurna. Jika rencana berubah, ia mencoba menikmatinya sebagai bagian dari pengalaman, bukan sebagai kegagalan. Ia sadar bahwa esensi dari istirahat bukanlah soal pergi ke tempat yang jauh atau memiliki pengalaman luar biasa, melainkan soal bagaimana ia bisa memberikan ruang bagi tubuh dan pikirannya untuk bernapas.

Belajar Lebih Bijak dalam Menentukan Kesibukan

Setelah semua yang terjadi, Andry mulai merenungkan kembali hubungannya dengan pekerjaan dan kesibukan. Ia selalu menganggap bahwa semakin sibuk dirinya, semakin berharga pula eksistensinya. Ia berpikir bahwa kesuksesan hanya bisa diraih dengan terus bekerja keras tanpa henti. Tapi kenyataannya, tubuh dan pikiran memiliki batas.

Kini, ia memahami bahwa produktivitas sejati bukan hanya tentang seberapa banyak yang bisa dikerjakan, tapi juga tentang seberapa baik seseorang mengelola energi dan kesehatannya. Ia belajar untuk bekerja dengan lebih sadar, menikmati prosesnya, dan memberi tubuh ruang untuk bernapas.

Hidup bukan hanya tentang berlari tanpa henti menuju tujuan. Ia juga tentang berhenti sejenak untuk menikmati perjalanan. Andry tak ingin lagi menunggu tubuhnya ‘memaksa’ istirahat dengan cara yang menyakitkan. Ia ingin belajar mendengarkannya sejak sekarang—karena kesehatan bukan sesuatu yang bisa ditukar dengan kesuksesan, dan hidup yang baik bukan hanya tentang seberapa keras seseorang bekerja, tetapi juga tentang bagaimana ia menjaga keseimbangan di dalamnya.

Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

About Author

Penulis partikelir pojokan Sleman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW