Di satu sisi, pembangunan jalan tol dianggap sebagai simbol kemajuan. Akses makin cepat, ekonomi daerah bisa naik, dan harapannya, semua orang bakal merasakan manfaatnya. Tapi di sisi lain, ada warga di daerah sekitar proyek yang harus menelan pil pahit. Contohnya di Dusun Ngawen—bukan nama asli, tapi mewakili banyak daerah lain yang mengalami hal serupa.
Suara dari Ngawen: “Kami Kena Debunya, Tapi Gak Kebagian Duitnya”
Bayangkan tinggal di rumah yang awalnya tenang, tapi mendadak tiap hari harus berdampingan dengan suara mesin berat, debu beterbangan, dan tanah yang bergetar karena alat berat lalu-lalang. Itu yang dirasakan banyak warga di sekitar proyek jalan tol.
Warga yang tanahnya terkena proyek mungkin mendapat ganti rugi (walaupun sering kali nilainya diperdebatkan). Tapi yang rumahnya persis di sebelah proyek, cuma bisa pasrah. Mereka nggak kebagian ganti rugi, tapi tetap harus menghadapi dampaknya.
“Dulu bisa santai di teras, sekarang buka jendela aja udah penuh debu,” kata salah satu warga Ngawen. Air sumur jadi keruh, tanaman di halaman berdebu, dan lebih parah lagi, udara yang dihirup tiap hari berisiko bikin gangguan pernapasan.
Selain itu, kebisingan juga jadi masalah. Siang hari, suara mesin dan alat berat memekakkan telinga. Malam hari, kadang proyek masih berjalan, bikin warga susah tidur. Bagi yang punya anak kecil atau lansia di rumah, ini bukan sekadar gangguan—tapi bisa berdampak pada kesehatan mereka.
Maju Bersama, Jangan Ada yang Tertinggal
Pembangunan infrastruktur memang penting. Tapi, mestinya ada pendekatan yang lebih adil buat warga terdampak, terutama mereka yang nggak dapat kompensasi langsung. Beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan pemangku kebijakan antara lain:
1. Bantuan untuk Warga Sekitar
Pemerintah bisa menyediakan program kompensasi bagi warga yang terdampak debu, kebisingan, atau gangguan lain. Misalnya, subsidi pemasangan filter udara, perbaikan jalan lingkungan, atau bantuan kesehatan bagi warga yang mengalami gangguan pernapasan.
2. Sistem Komunikasi yang Lebih Baik
Sering kali warga merasa diabaikan karena kurangnya komunikasi dari pihak proyek. Kalau ada jalur komunikasi yang jelas—misalnya posko pengaduan atau pertemuan rutin—warga bisa menyampaikan keluhan dan mencari solusi bareng.
3. Pengawasan Lingkungan yang Ketat
Polusi debu dan kebisingan bisa diminimalkan kalau proyek punya aturan ketat soal standar lingkungan. Penyiraman jalan secara rutin untuk mengurangi debu, pembatasan jam kerja alat berat, atau penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan bisa diterapkan.
4. Dukungan Ekonomi untuk Warga Terdampak
Kalau ada warga yang usahanya terdampak proyek (misalnya warung jadi sepi karena akses jalan terganggu), mereka bisa diberikan bantuan atau pelatihan ekonomi agar tetap bisa bertahan.
Jalan Tol untuk Siapa?
Jalan tol dibangun untuk mempercepat mobilitas dan meningkatkan ekonomi, tapi kalau ada warga yang harus “menderita” selama bertahun-tahun tanpa kompensasi, apa masih bisa disebut kemajuan yang adil?
Pembangunan seharusnya membawa manfaat buat semua orang, bukan cuma mereka yang punya akses atau modal besar. Kalau nggak ada solusi buat warga yang terdampak, proyek yang katanya membawa kemajuan ini justru bisa meninggalkan luka sosial yang susah disembuhkan.
Jadi, buat yang tinggal di dekat proyek jalan tol dan merasakan dampaknya, semoga suara kalian bisa lebih didengar. Dan buat pemangku kebijakan, yuk pastikan pembangunan benar-benar membawa kebaikan buat semua, bukan cuma sebagian!