Anak Muda Opini

Keluh Kesah Pekerja Kreatif: Plin-Plan atau Sekadar Empan Papan?

Di dunia kerja, ada satu stigma yang sering dilekatkan pada para pekerja kreatif: plin-plan, tidak konsisten, mudah berpindah haluan. Mereka yang dulu memperjuangkan idealisme di bidang seni, menulis, desain, atau film, tiba-tiba banting setir ke industri lain yang lebih menjanjikan. Yang dulunya lantang menolak “pekerjaan korporat”, kini asyik dengan laptop di meja kantor. Yang dulunya menertawakan konsep “kerja 9 to 5”, kini sibuk menghitung gaji tetap.

Bagi orang luar, ini terlihat seperti inkonsistensi. Tapi bagi mereka yang menjalani, ini bukan tentang plin-plan. Ini tentang empan papan—sebuah filosofi Jawa yang berarti menempatkan sesuatu secara tepat sesuai situasi dan kebutuhan.

Antara Ideal dan Realitas

Pekerjaan di bidang kreatif memang sering dikaitkan dengan kebebasan. Tidak ada jam kantor yang kaku, bisa bekerja sesuai passion, dan memiliki ruang untuk berekspresi. Tapi di balik semua itu, ada realitas yang tidak selalu semanis gambaran idealnya:

Pasar yang Tidak Stabil
Dunia kreatif sangat dipengaruhi oleh tren dan permintaan pasar. Tidak semua karya seni laku keras, tidak semua film mendapatkan investor, dan tidak semua tulisan diterbitkan. Bahkan seorang freelancer atau content creator yang sedang naik daun tetap harus berjibaku dengan algoritma yang selalu berubah.

Pendapatan yang Tidak Menentu
Berbeda dengan pekerjaan tetap yang memberikan gaji bulanan, banyak pekerja kreatif yang hanya dibayar berdasarkan proyek. Ada bulan di mana penghasilan melimpah, tapi ada juga masa paceklik yang membuat rekening kering.

Tekanan Sosial dan Kebutuhan Hidup
Seiring bertambahnya usia, ada tuntutan dari lingkungan untuk memiliki kestabilan finansial. Teman-teman seangkatan mulai mencicil rumah, membangun keluarga, dan memiliki asuransi. Sementara pekerja kreatif masih dihantui pertanyaan: “Bulan depan dapat proyek apa?”

Ketika situasi ini terjadi, tidak heran jika banyak pekerja kreatif mulai melirik pekerjaan yang lebih stabil. Ada yang tetap berada di industri kreatif tetapi memilih jalur yang lebih aman—seperti menjadi desainer in-house, penulis di perusahaan media, atau editor di penerbitan. Ada pula yang benar-benar beralih ke bidang yang dianggap lebih menjanjikan, seperti bisnis, marketing, atau bahkan PNS.

Dilema: Bertahan atau Berpindah?

Saat seorang pekerja kreatif memutuskan untuk mengambil pekerjaan tetap atau beralih ke bidang lain, sering kali muncul rasa bersalah. Apakah ini berarti mengkhianati idealisme? Apakah ini artinya menyerah?

Padahal, realitasnya tidak sesederhana itu. Bagi sebagian orang, bekerja di dunia kreatif tetap bisa dilakukan sebagai pekerjaan sampingan atau proyek passion. Sementara pekerjaan utama mereka adalah cara untuk menjaga kestabilan finansial.

Ada pula yang menemukan cara untuk tetap kreatif meskipun berada di dalam sistem yang lebih rigid. Misalnya, seorang mantan jurnalis yang kini bekerja di agensi PR tetap bisa menulis, tetapi dengan sudut pandang yang lebih strategis. Atau seorang ilustrator yang kini bekerja di perusahaan teknologi tetap bisa menuangkan kreativitasnya dalam desain antarmuka.

Pilihan untuk bertahan atau berpindah bukanlah soal benar atau salah. Itu adalah tentang bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan kebutuhannya saat ini.

Menjaga Api Kreativitas di Tengah Kebutuhan Hidup

Bagi pekerja kreatif, perubahan bukan berarti kehilangan identitas. Kreativitas tidak selalu harus berada di satu jalur. Bahkan, banyak yang menemukan cara untuk tetap berkarya di luar jalur tradisional.

Misalnya:

Seorang musisi yang bekerja di industri periklanan, tetapi tetap merilis lagu secara independen.

Seorang novelis yang menjadi penulis skenario karena lebih menjamin pendapatan.

Seorang seniman yang bekerja sebagai desainer di perusahaan, tetapi tetap menggelar pameran pribadi.Dalam kondisi ini, pekerja kreatif sebenarnya sedang menjalankan filosofi empan papan—memposisikan diri sesuai dengan kebutuhan hidup, tanpa harus kehilangan jati diri sepenuhnya.

Tidak Semua Perubahan adalah Pengkhianatan

Mungkin dari luar, seorang pekerja kreatif yang berpindah jalur terlihat seperti “plin-plan”. Tapi sebelum menghakimi, ada baiknya memahami bahwa ini bukan sekadar persoalan idealisme versus pragmatisme. Ini tentang bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan menemukan keseimbangan antara passion dan realitas.

Jika kreativitas adalah api, maka yang terpenting bukan di mana seseorang bekerja, tetapi bagaimana mereka tetap menjaga nyalanya.

Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

About Author

Penulis partikelir pojokan Sleman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW