Ragam Sosial

ICU: Ruangan Sempit, Remang-Remang, dan Penuh Drama

Siapa yang nggak kenal ICU? Bukan, bukan singkatan dari I See You, apalagi I Love You. Ini adalah Intensive Care Unit, alias ruang perawatan intensif. Ruangan yang kalau dalam film horor, mirip banget sama setting tempat kejadian utama—sempit, lampunya remang-remang, dipenuhi suara mesin berbunyi “tit… tit… tit…”, dan suasana yang bikin bulu kuduk berdiri, bukan karena setannya, tapi karena kenyataan hidup yang menghantui.

Kalau di rumah sakit biasa kita masih bisa lihat pasien ngobrol santai sama keluarga, di ICU suasananya beda. Ini tempat di mana manusia sedang tawar-menawar dengan takdir. Seperti pertandingan final sepak bola, dokter, perawat, dan teknologi medis bekerja keras di detik-detik terakhir, berharap bisa mencetak gol kemenangan melawan maut. Dan di sudut-sudut rumah sakit, di kursi ruang tunggu, atau di pinggir tempat tidur pasien, doa-doa berhamburan, merayap di dinding, mengalun dalam bisikan yang penuh harap.

ICU: Ruangan Tak Berteman

ICU itu semacam zona eksklusif yang nggak bisa dimasuki sembarang orang. Kalau di dunia pergaulan ada istilah circle pertemanan, ICU ini circle yang nggak ada yang mau masuk. Saking eksklusifnya, cuma pasien tertentu yang bisa masuk, dengan syarat utama: kondisi kritis.

Begitu masuk, pasien harus siap menghadapi kenyataan bahwa ini bukan hotel bintang lima. Lupakan kasur empuk, lupakan pemandangan indah dari jendela, karena yang ada cuma alat-alat medis, kabel-kabel yang lebih banyak dari colokan di rumah, dan suara mesin yang seperti DJ EDM tapi versi mengerikan.

Lampunya nggak benar-benar terang, lebih ke arah remang-remang. Katanya sih biar pasien istirahat. Tapi entah kenapa malah bikin suasana makin dramatis. Bahkan kalau ada keluarga yang datang menjenguk, mereka cuma bisa lihat dari balik kaca atau dengan waktu yang terbatas. Udah kayak di film kriminal pas tahanan dikunjungi keluarganya. Di balik kaca itu, yang tersisa hanya lirih doa, terucap tanpa suara, menggantung di udara, menunggu dikabulkan.

Malaikat di Ujung Kasur

Di ICU, kehidupan dan kematian itu seperti lagi main catur. Ada yang bertahan dan berhasil keluar dengan kemenangan, ada juga yang akhirnya harus menyerah.

Sering kali, malaikat seperti mondar-mandir di sekitar pasien. Bukan dalam bentuk fisik (kecuali kalau perawatnya baik hati, bisa dianggap malaikat juga), tapi lebih ke suasana yang penuh harap-harap cemas. Ada pasien yang berjuang antara hidup dan mati, ada keluarga yang berdoa dengan mata sembab, ada dokter yang menghela napas setelah mencoba segala cara.

Ada momen di mana seseorang sudah tidak sadar, tubuhnya diam, tapi mesinnya masih berbunyi. Itu adalah saat-saat menunggu, entah keajaiban atau takdir yang mengambil keputusan. Sementara itu, di ruang tunggu, tangan-tangan menggenggam erat, bibir bergetar lirih. “Tolong, sembuhkan dia,” doa-doa mengalir, seperti gelombang yang tak pernah putus.

ICU adalah tempat di mana setiap detik terasa berharga, karena bisa jadi itu detik terakhir.

Antara Harapan dan Ketakutan

Walaupun suasananya mencekam, ICU bukan cuma soal kesedihan. Di balik pintu itu, ada banyak harapan. Doa-doa berterbangan di udara, memenuhi ruangan dengan keinginan untuk kesembuhan. Keluarga yang duduk di ruang tunggu mengenggam tangan, berharap dapat kabar baik.

ICU itu seperti lotere kehidupan. Ada yang masuk dan keluar dengan kemenangan, ada yang harus meninggalkan dunia dengan tenang. Tapi satu hal yang pasti, semua yang pernah berada di ICU, baik pasien, keluarga, maupun tenaga medis, pasti pernah mengalami momen yang mengubah cara pandang mereka tentang hidup.

Bagi yang keluar dengan selamat, ICU menjadi pengingat bahwa hidup itu nggak selamanya pasti. Hari ini kita sehat, besok bisa saja terbaring dengan alat bantu napas. Maka dari itu, doa menjadi senjata utama, senjata yang tidak terlihat, tapi paling kuat. Di ICU, doa-doa itu tidak hanya bergema di bibir manusia, tapi juga di hati yang penuh ketakutan dan harapan.

Kesimpulan: ICU, Antara Mencekam dan Penuh Makna

ICU itu memang menyeramkan, tapi juga penuh makna. Ini bukan sekadar ruangan medis biasa, tapi tempat di mana hidup diuji, keajaiban terjadi, dan takdir diputuskan.

Jadi, kalau sekarang kamu masih bisa membaca ini dengan santai, tanpa harus berbaring di tempat tidur rumah sakit, bersyukurlah. Karena di suatu tempat, ada seseorang yang sedang berjuang untuk hal yang kita anggap biasa: bernapas, hidup, dan melihat dunia sekali lagi. Dan di tempat itu, doa-doa terus diucapkan, mengalir seperti air yang tak pernah kering—memohon agar seseorang bisa membuka mata lagi, tersenyum lagi, hidup lagi.

S AJI P

S AJI P

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW