Anak Muda Cangkruk Opini

Filosofi Sandal Jepit: Hidup Sederhana, Tapi Jangan Diremehkan

Kalau ada benda yang paling underrated tapi berjasa besar dalam peradaban manusia, jawabannya jelas: sandal jepit.

Sandal jepit ini ibarat sahabat setia. Murah, sederhana, nggak banyak gaya, tapi selalu ada di saat dibutuhkan. Mau ke warung? Sandal jepit. Mau ke kamar mandi? Sandal jepit. Bahkan saat darurat dan harus lari-lari ke minimarket tengah malam buat beli mie instan karena kelaparan mendadak, siapa yang menemani? Sandal jepit.

Tapi, sayangnya, meski punya peran besar, sandal jepit sering dipandang sebelah mata. Diremehkan. Ditinggalkan. Bahkan sering ketuker di masjid atau mushola tanpa ada yang mau mengembalikan dengan jujur.

Dari sandal jepit, kita bisa belajar banyak hal.

Hidup Sederhana Itu Keren

Sandal jepit nggak pernah pamer. Dia nggak butuh logo mewah, desain aneh-aneh, atau harga selangit buat eksis. Cukup dua bilah karet, sudah jadi. Tapi justru di situ letak kehebatannya.

Lihatlah bagaimana sandal jepit bisa dipakai oleh siapa saja: anak kecil, bapak-bapak, mahasiswa, bahkan presiden kalau lagi santai di rumah. Sandal jepit mengajarkan kita bahwa kesederhanaan bukan berarti kelemahan. Kadang, justru yang sederhana itulah yang paling berguna.

Hidup juga begitu. Nggak perlu berlebihan untuk bisa bermanfaat. Nggak perlu jadi yang paling kaya atau paling terkenal untuk bisa berdampak. Cukup jadi seperti sandal jepit: sederhana, tapi selalu siap membantu kapan saja.

Jangan Terlalu Mengandalkan Orang Lain

Kalau dipakai terus-menerus, sandal jepit pasti menipis. Lama-lama bolong. Dan kalau sudah bolong, orang yang dulunya setia akan dengan tega membuangnya.

Begitulah hidup. Selama kita berguna, orang akan mempertahankan kita. Tapi kalau kita sudah aus, rusak, dan nggak mau berkembang, siap-siap aja dibuang. Bukan berarti hidup harus selalu bermanfaat buat orang lain, tapi minimal jangan sampai kita hanya jadi beban.

Jangan jadi manusia yang cuma bisa numpang hidup di kaki orang lain.

Nasib Bisa Berubah Kapan Saja

Sandal jepit adalah simbol kegetiran hidup yang absurd. Bayangkan: pagi hari dia bisa dipakai buat belanja di pasar, siang hari sudah nyangkut di selokan. Hari ini dia di teras rumah, besok bisa jadi kepake orang lain karena ketuker di mushola.

Hidup juga begitu. Hari ini kita bisa berada di atas, besok bisa terjun bebas ke bawah. Kadang kita merasa nyaman di satu tempat, tahu-tahu hidup berkata lain dan kita harus berpindah ke situasi yang berbeda.

Tapi apakah sandal jepit menangis kalau hilang? Tidak. Dia tetap tabah, menerima nasibnya, dan siap dipakai oleh pemilik barunya. Begitulah hidup. Kadang kita harus rela melepaskan dan menerima takdir, tapi tetap melangkah maju.

Kesabaran Itu Penting

Sandal jepit sering diinjak, ditendang, dan bahkan dilempar kalau orang lagi marah. Tapi dia tetap diam. Nggak ada ceritanya sandal jepit marah balik atau ngambek nggak mau dipakai.

Dari sini kita belajar bahwa nggak semua hal harus ditanggapi dengan emosi. Kadang, kita cuma perlu diam dan sabar sampai situasi membaik. Jangan buru-buru meledak atau marah-marah. Tenanglah seperti sandal jepit: meski diinjak, dia tetap menjalankan tugasnya dengan setia.

Sepasang Itu Harus Kompak

Sandal jepit selalu berdua. Mereka bekerja sebagai tim. Kalau salah satu hilang, yang lain juga nggak bisa berfungsi dengan baik.

Ini bisa jadi pelajaran buat pasangan hidup, buat persahabatan, buat kerja tim, bahkan buat perjuangan sosial. Kalau salah satu pihak lepas tanggung jawab, yang lain juga bakal kewalahan. Yang satu nggak bisa jalan tanpa yang lain.

Maka, kalau kamu sudah punya pasangan atau sahabat, jadilah seperti sandal jepit. Saling menopang, saling menguatkan, dan nggak ninggalin satu sama lain di tengah jalan.

Hidup Itu Kayak Sandal Jepit

Kadang sederhana, kadang diremehkan, kadang juga ketuker. Tapi kalau kita tetap berusaha menjalankan fungsi kita dengan baik, kita akan selalu dibutuhkan.

Jadi, mau jadi manusia yang seperti sandal jepit—sederhana tapi berguna—atau cuma jadi manusia yang sekadar lewat di kehidupan orang lain?

Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

About Author

Penulis partikelir pojokan Sleman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW