Dunia ini penuh dengan misteri. Salah satu misteri terbesar adalah bagaimana kamu bisa bangun pagi, kerja seharian, gajian, tapi tetap miskin. Mungkin ada yang salah dengan cara hidup kita? Atau jangan-jangan kita sedang dijajah, tapi versi modern—tanpa rantai, tanpa cambuk, tapi tetap terikat?
Tenang, aku di sini bukan untuk bikin kamu tambah stres (walau efek sampingnya bisa begitu). Aku cuma mau kasih tahu beberapa fakta menyakitkan yang mungkin belum kamu sadari, tapi harus kamu tahu sebelum tahun 2030. Karena kalau enggak, nanti kamu akan tetap jadi pion di papan catur kapitalisme, sambil berpikir kamu pemainnya.
Great Reshuffling: Saat Semua di-Reshuffle, Kecuali yang Punya Kuasa
Dulu orang kerja puluhan tahun di satu tempat, dapat pensiun, lalu menikmati hari tua dengan tenang. Sekarang? Selamat datang di era Great Reshuffling, di mana kerja bukan lagi soal loyalitas, tapi soal siapa yang bisa bertahan.
Pekerjaan berubah lebih cepat daripada update Instagram. AI masuk, manusia tergusur. Startup bangkit, lalu bangkrut. HRD bilang “kami mencari yang berpengalaman,” tapi juga mau yang “mau belajar.” Dan yang paling sadis? Perusahaan akan bilang, “Kami keluarga,” tapi pas kamu butuh bantuan, mereka bakal jawab, “Kami sedang restrukturisasi.”
Kalau kamu enggak siap beradaptasi, siap-siap jadi korban reshuffle tanpa pamitan.
Perbudakan Digital: Kerja dari Rumah, Tapi Tetap Budak
Dulu orang bermimpi bisa kerja dari rumah. Sekarang? Kerja dari rumah bukan berarti kamu bebas. Malah makin dikontrol. Waktu kerja jadi fleksibel? Iya, fleksibel buat perusahaan, bukan buat kamu. Jam kerja jadi gak jelas, chat dari bos masuk jam 11 malam, “Coba tolong dicek ya,” yang artinya “kerjain sekarang.”
Dan yang lebih lucu (tapi tragis), kita bayar internet sendiri buat kerja, pakai listrik sendiri, tapi tetap digaji standar. Kok bisa? Ya bisa, namanya juga perbudakan digital.
Sekolah Melatih Jadi Buruh, Bukan Jadi Pemikir
Sistem pendidikan? Bukan buat bikin kamu pinter, tapi buat bikin kamu patuh. Dari kecil kita diajari ikut aturan, ngerjain tugas tepat waktu, dan enggak boleh banyak tanya. Kenapa? Karena dunia butuh buruh, bukan pemberontak.
Jarang ada sekolah yang ngajarin cara bikin bisnis, cara memahami keuangan, atau cara hidup tanpa utang. Yang ada, kita disuruh ngafalin rumus-rumus yang bakal lupa setelah ujian. Habis lulus? Disuruh cari kerja, bukan cari cara biar enggak perlu kerja.
Sumber Daya Alam Itu Berharga, Tapi Kita Gak Punya Akses
Air itu gratis, tapi kita bayar. Listrik dari tenaga matahari harusnya murah, tapi tetap mahal. Tanah subur diambilin perusahaan, kita disuruh beli sayur di supermarket. Sumber daya alam itu harta karun, tapi cuma segelintir orang yang boleh pegang kuncinya.
Buktinya? Kamu bisa lihat sendiri. Hutan dibabat, tambang dikeruk, laut tercemar, dan hasilnya masuk kantong perusahaan, bukan rakyat. Dan yang lebih nyakitin? Rakyat malah disuruh jaga lingkungan, padahal yang ngerusak ya mereka.
Uang Itu Ilusi, Tapi Semua Orang Percaya
Coba pikir: uang itu cuma kertas, tapi semua orang rela kerja rodi buat dapetin. Kenapa? Karena uang bukan sekadar benda, tapi sistem kepercayaan.
Selama kita percaya uang punya nilai, kita akan terus ngejar. Tapi kalau kamu sadar bahwa uang itu alat, bukan tujuan, kamu bakal mulai cari cara supaya uang yang kerja buat kamu, bukan sebaliknya.
Sayangnya, kebanyakan orang malah ngutang buat gaya hidup, kerja mati-matian buat cicilan, dan akhirnya hidup buat bayar tagihan. Siapa yang untung? Ya yang bikin sistem ini.
Hidup Penuh Distraksi Biar Kamu Gak Bisa Fokus
Kenapa sekarang gampang banget terdistraksi? TikTok, Reels, notifikasi, drama, gosip, politik receh—semuanya didesain buat bikin kamu lupa sama hal yang benar-benar penting.
Orang kaya makin kaya karena mereka fokus. Orang biasa? Dikasih drama biar sibuk ribut di komentar, bukannya cari cara buat keluar dari lingkaran setan finansial. Kita dikasih kebebasan buat ngomong, tapi tidak buat mengubah keadaan.
Tanah Lebih Berharga dari Emas
Orang sibuk beli emas, padahal tanah yang sebenarnya bikin orang kaya. Kenapa? Karena emas enggak bisa dipake buat tinggal, tapi tanah bisa dipakai buat hidup dan bertahan.
Siapa yang punya tanah, dia yang punya kuasa. Makanya, coba lihat deh, siapa pemilik tanah terbesar di negeri ini? Bukan kita, bro.
Negara Butuh Orang Miskin
Ini yang paling nyesek. Negara sebenarnya butuh orang miskin. Kalau semua orang kaya dan mandiri, siapa yang mau jadi buruh murah? Siapa yang mau kerja 12 jam dengan gaji pas-pasan?
Makanya, bantuan sosial itu ada bukan buat ngilangin kemiskinan, tapi buat ngejaga biar orang miskin tetap ada, tapi enggak sampai ngamuk. Kalau rakyat terlalu susah, mereka bakal marah. Tapi kalau dikasih sedikit, mereka bakal diem.
Jadi, Sekarang Apa?
Setelah baca ini, apa yang bisa kamu lakukan? Setidaknya, mulai sadar. Jangan mau terus ditipu sistem. Cari ilmu tentang finansial, mulai usaha sendiri, kuasai skill yang bikin kamu enggak tergantikan, dan kalau bisa, beli tanah sebelum harga makin gila.
Dunia ini licik. Kalau kamu enggak belajar cara mainnya, kamu cuma jadi pion di papan catur orang lain.