Anak Muda Cangkruk Opini

Begadang: Sebuah Seni yang Sering Disalahpahami

Begadang sering kali dianggap sebagai kebiasaan buruk. Orang yang sering begadang dicap malas, tidak produktif, atau lebih parah lagi: dianggap tidak punya masa depan cerah. Padahal, bagi sebagian dari kita, malam justru adalah waktu di mana ide-ide brilian muncul, semangat kerja melonjak, dan dunia terasa lebih damai tanpa gangguan.

Mari kita bahas kenapa begadang itu bukan tanda kemalasan, tetapi justru bentuk produktivitas alternatif yang sering disalahpahami.

Dunia Ini Tidak Ramah bagi Para Nokturnal

Bayangkan, dunia ini didesain untuk orang yang bangun pagi. Sekolah dimulai jam 7 pagi, kantor buka jam 8, bahkan ayam pun berkokok di waktu subuh. Seolah-olah siapa pun yang tidak segar di pagi hari itu otomatis malas.

Padahal, tubuh manusia punya ritme yang berbeda-beda. Ada orang yang memang energinya baru muncul di malam hari. Dan kalau aku lebih produktif mengetik pukul 2 pagi dibanding jam 9 pagi, bukankah lebih masuk akal mengikuti ritme tubuhku sendiri daripada memaksakan diri jadi morning person?

Tapi sayangnya, dunia ini tidak paham bahwa ada spesies manusia yang pikirannya baru tajam setelah matahari terbenam.

Siapa Bilang Begadang Itu Tidak Produktif?

Banyak tokoh besar dalam sejarah yang ternyata adalah kaum begadang. Kafka menulis di malam hari, Nikola Tesla melakukan eksperimen di jam-jam orang tidur, dan bahkan banyak programmer sukses yang justru paling kreatif saat semua orang sudah terlelap.

Kenapa? Karena malam itu tenang. Tidak ada suara motor lewat, tidak ada notifikasi chat yang mengganggu, tidak ada orang yang tiba-tiba ngajak nongkrong. Hanya ada aku, kopi, dan deadline yang menatap tajam.

Jadi kalau seseorang bekerja atau berkarya di malam hari, lalu bangun sedikit siang, kenapa dia dibilang malas? Padahal, yang bangun pagi juga belum tentu langsung produktif. Banyak yang pagi-pagi malah scroll media sosial sambil ngopi.

Dunia Harus Lebih Toleran terhadap Begadang

Bukannya aku membela kebiasaan kurang tidur. Aku paham bahwa tidur itu penting. Tapi yang aku tidak paham adalah kenapa dunia memaksa semua orang untuk aktif di jam yang sama?

Kalau aku tidur jam 3 pagi tapi bangun jam 10 dan tetap menyelesaikan semua pekerjaanku, kenapa aku dianggap lebih buruk daripada orang yang tidur jam 10 malam tapi paginya malah rebahan sambil nonton video kucing?

Jadi kesimpulannya: begadang bukanlah tanda kemalasan. Begadang adalah pilihan hidup. Selama masih bisa bertanggung jawab atas pekerjaan dan kewajiban, seharusnya tidak ada yang berhak menghakimi jam tidur orang lain.

Jadi lain kali kalau ada yang bilang, “Kamu jangan begadang terus, nanti sakit!” aku akan jawab, “Jangan bangun pagi terus, nanti stres!”

Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

About Author

Penulis partikelir pojokan Sleman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW