Cangkruk Opini Ragam

Lelaki Itu Tulang Punggung, Bukan Tulang-Tulung

Jangan salah, menjadi lelaki bukan sekadar urusan punya KTP dengan jenis kelamin L. Bukan juga sekadar bisa main bola atau jago naik motor tanpa helm. Apalagi cuma soal punya kumis tipis-tipis yang kalau difoto siluetnya mirip lalat istirahat. Lebih dari itu, lelaki—dalam norma sosial yang sudah tertanam sejak nenek moyang dulu—ditakdirkan sebagai tulang punggung.

Bukan tulang kering.
Bukan tulang rusuk.
Apalagi tulang-tulung.

Tapi tunggu, apa itu tulang-tulung?

Tulang-tulung adalah kondisi di mana seorang lelaki tidak benar-benar menjadi tulang punggung, melainkan hanya jadi fragmen-fragmen kecil yang rapuh dan mudah remuk kalau kena tekanan. Bisa juga berarti lelaki yang hidupnya lebih sering tulung-tulung alias rebahan, enggan berjuang, dan menggantungkan hidup pada keberuntungan semata.

Lelaki dan Beban yang Harus Dipikul

Sejak kecil, kita sering mendengar nasihat bahwa lelaki itu harus kuat. Harus tangguh. Harus bisa melindungi. Harus bisa mencari nafkah. Bahkan harus bisa membuka toples yang tutupnya terlalu kencang.

Tapi di zaman modern, beban lelaki tidak hanya soal fisik. Selain harus cari nafkah, mereka juga dituntut paham perasaan. “Kamu harus ngerti kode,” kata perempuan. “Masa nggak peka sih?” katanya lagi. Padahal, untuk menebak apakah es teh di warung ini masih manis atau sudah hambar saja kadang kita masih ragu-ragu.

Tapi, ya sudah. Namanya juga hidup. Lelaki tetap harus tangguh, bukan? Sebab kalau tidak, dunia ini akan dipenuhi lelaki yang hanya bisa meratap, merengek, dan mengeluh soal beratnya hidup, tanpa benar-benar menghadapinya.

Ketika Lelaki Jadi Tulang-Tulung

Ada beberapa tipe lelaki yang gagal menjadi tulang punggung dan justru berubah menjadi tulang-tulung:

1. Si Pengeluh Sejati
Bangun pagi ngeluh. Siang ngeluh. Malam ngeluh. Capek kerja ngeluh. Nggak kerja juga ngeluh. Punya pacar ngeluh ribet. Nggak punya pacar ngeluh kesepian. Hidupnya penuh dengan keluhan tapi minim aksi.

2. Si Rebahan Nasional
“Hidup itu dinikmati,” katanya, sambil rebahan dari pagi sampai pagi lagi. Kerja? “Nanti aja, masih ngantuk.” Nyari kesempatan? “Nggak usah buru-buru, rezeki nggak ke mana.” Hasilnya? Ya rezekinya memang benar-benar nggak ke mana, tapi juga nggak ke dia.

3. Si Modal Omongan Doang
Ini tipe lelaki yang jago berencana tapi nihil eksekusi. “Pokoknya nanti aku mau bisnis, biar sukses!” Tapi nggak pernah mulai. “Aku tuh sebenarnya bisa kaya, cuma…” Hanya sebatas cuma.

4. Si Lari dari Kenyataan
Daripada menghadapi tantangan hidup, dia memilih untuk lari. Lari dari tanggung jawab. Lari dari masalah. Bahkan lari dari utang—padahal yang dikejar bukan debt collector, cuma tukang parkir yang minta seribu.

Jadi Lelaki Itu Harus Berjuang!

Lelaki yang baik adalah yang mau berusaha. Bukan cuma buat dirinya sendiri, tapi juga buat orang-orang yang bergantung padanya. Bukan berarti lelaki harus jadi ATM berjalan, tapi minimal jangan jadi beban. Jangan sampai pasangan, orang tua, atau keluarga harus mikir dua kali karena kehadiran kita justru lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.

Kalau memang tulang punggung, ya jadilah kokoh. Bekerja. Berkarya. Berpikir cerdas. Jangan cuma mengandalkan keberuntungan atau belas kasihan orang lain. Jangan sekadar hidup numpang lewat.

Karena kalau hanya jadi tulang-tulung, nanti pas jatuh, bukan cuma diri sendiri yang remuk, tapi juga orang-orang di sekitar.

Lelaki itu tulang punggung.
Jangan cuma jadi tulang-tulung.

Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

About Author

Penulis partikelir pojokan Sleman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Jangan ketinggalan Update dari kami

    Kami akan mengirimkan anda update terbaru dari Layanglayang Merah.

    LLM @2024. All Rights Reserved. | Developed with love ISW