Fenomena klitih di Yogyakarta telah menjadi sorotan publik dalam beberapa tahun terakhir. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok remaja ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah akar permasalahan klitih lebih bersifat struktural atau kultural?
Memahami Klitih dalam Perspektif Struktural
Struktur sosial merujuk pada sistem sosial yang lebih luas, seperti ekonomi, politik, dan pendidikan. Jika kita melihat klitih dari perspektif ini, beberapa faktor struktural yang mungkin menjadi penyebabnya,
Ketimpangan sosial: Kesenjangan ekonomi yang lebar dapat menciptakan rasa frustrasi dan ketidakadilan di kalangan remaja, terutama mereka yang berasal dari latar belakang sosial yang kurang beruntung.
Kurangnya kesempatan: Minimnya akses terhadap pendidikan berkualitas, lapangan pekerjaan, dan rekreasi yang sehat dapat mendorong remaja mencari identitas dan kepuasan dalam kelompok-kelompok yang menyimpang.
Lemahnya penegakan hukum: Jika hukum tidak tegas dalam menindak pelaku kekerasan, maka tindakan serupa akan terus berulang.
Perspektif Kultural dalam Memahami Klitih
Budaya mencakup nilai-nilai, norma, dan perilaku yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Dalam konteks klitih, faktor kultural yang mungkin berperan adalah:
Normalisasi kekerasan: Jika kekerasan dianggap sebagai hal yang biasa atau bahkan dibenarkan dalam lingkungan sosial tertentu, maka remaja akan lebih mudah terpapar dan terpengaruh untuk melakukan tindakan kekerasan.
Krisis identitas: Remaja seringkali mencari identitas diri dan ingin diterima oleh kelompok sebaya. Dalam beberapa kasus, kelompok klitih menjadi tempat bagi mereka untuk menemukan jati diri dan rasa memiliki.
Kurangnya pengawasan: Lemahnya pengawasan dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar dapat memberikan ruang bagi remaja untuk terlibat dalam perilaku menyimpang.
Sebenarnya, klitih merupakan masalah kompleks yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan satu faktor saja. Baik faktor struktural maupun kultural saling terkait dan saling mempengaruhi. Misalnya, ketimpangan sosial dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan munculnya budaya kekerasan, dan sebaliknya, budaya kekerasan dapat memperparah ketimpangan sosial.
Untuk mengatasi masalah klitih, diperlukan pendekatan yang komprehensif. Selain penegakan hukum yang tegas, juga perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki struktur sosial, seperti mengurangi ketimpangan ekonomi, meningkatkan kualitas pendidikan, dan menciptakan lebih banyak kesempatan bagi remaja. Di sisi lain, perlu juga dilakukan upaya untuk mengubah nilai-nilai dan norma yang mendukung kekerasan, serta memperkuat peran keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam mendidik dan membimbing remaja.
Singkatnya, klitih adalah masalah multidimensional yang membutuhkan solusi multidimensional. Dengan memahami akar permasalahan yang kompleks ini, kita dapat merancang intervensi yang efektif untuk mencegah terjadinya kekerasan serupa di masa depan.