Pesta demokrasi merupakan istilah yang kerap kali kita dengar untuk menggambarkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Istilah pesta demokrasi pertama kali dipopulerkan oleh Presiden RI ke-2, Soeharto. Menurut sejarah, Soeharto pertama kali mengemukakan istilah tersebut pada tahun 1981 saat berpidato dalam pembukaan rapat Gubernur/Bupati/Walikota se-Indonesia.
Pemilihan Umum yang lazim kita sebut dengan Pilpres, Pilkada, Pilbup, dll pun telah menemukan hilirnya. Tak terkecuali Pilkada Kabupaten Sleman yang menyisakan buih-buih apapun itu yang harusnya bisa kita ambil hikmah dari dalam gegap gempitanya, hingar bingarnya, gemerlap lampunya, pernyataan konyolnya, dan suara knalpotnya.
Sumsuman dan Kemenangan.
Seperti pada umumnya pesta kawinan, akan ada suatu acara setelah pesta yang biasanya dibungkus bersamaan dengan evaluasi, sarasehan, atau pembubaran panitia yang dalam tradisi jawa disebut dengan Sumsuman . Bagi orang jawa, sumsuman merupakan sebuah tradisi ketika pesta telah usai. Meskipun sudah mulai usang, tak ada salahnya kita sedikit menggali makna dari tradisi tersebut.
Mengusung filosofi potret kesetaraan ketika siapa saja yang terlibat dalam pesta dapat duduk bersama, jenang sumsum atau bubur sumsum menjadi menu wajib dalam tradisi tersebut. Pemilihan bubur sumsum bukanlah tanpa arti. Bubur berwarna putih melambangkan kebersihan hati. Kuah manis dari gula jawa atau yang kerap disebut juruh melambangkan kesejahteraan. Sedangkan tekstur bubur yang lengket menjadi simbol eratnya persaudaraan yang dibangun. Menyantap bubur sumsum diharapkan pula dapat mengembalikan tenaga yang terkuras setelah terlibat dalam pesta. Dalam artian penuh, bubur sumsum menjadi menu yang tepat untuk menggambarkan rasa terima kasih, permohonan maaf, ungkapan rasa syukur, baik dari empunya hajat maupun siapa saja yang terlibat dalam pesta.
Pesta demokrasi pun tak kan luput dari sarasehan dan evaluasi, baik sarasehan dari tim yang memenangkan pertarungan maupun evaluasi dari tim yang kalah. Tak terkecuali kita sebagai penikmat yang selama kurang lebih 2 bulan terakhir disuguhkan penampilan teatrikal dari para empunya panggung, haha.
Pada akhirnya, menurut penulis, merefleksikan sumsuman sebagai simbol kemenangan merupakan ungkapan yang tepat. Merefleksikan kemenangan dari setiap pesta yang sudah dijalankan dan diusahakan dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya. Kini tinggal bagaimana kita sebagai kawula muda di Kabupaten Sleman merefleksikan kemenangan tersebut. Karena usainya Pilkada lalu, secara tidak langsung merupakan kemenangan juga bagi kita. Kemenangan untuk menjaga demokrasi tetap berada pada jalurnya dan menjadi kontrol atas apa saja yang akan terjadi di kabupaten ini.
Pesta demokrasi telah berakhir. Bahtera kemenangan sudah berlabuh di dermaga. Mari bersama menikmati kemenangan ini sebagai sesuatu yang pantas untuk dirayakan. Mengamini kalimat, “Semoga tuhan tak kehabisan cara untuk menolongmu”. Menolong aku, kamu, dan kabupaten ini.
Salam hormat!